Rabu, 16 Maret 2022

Review Novel "Ibuk" Karya Iwan Setyawan

Cover Novel Ibuk (via Gramedia Digital)

Judul: Ibuk

Penulis: Iwan Setyawan

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama via Gramedia Digital

Dimensi: 307 hlm, cetakan ketiga (cover baru) Mei 2016

ISBN: 978 602 03 2998 7


Blurb:

Masih belia usia Tinah saat itu. Suatu pagi di Pasar Batu telah mengubah hidupnya. Sim, seorang kenek angkot, seorang playboy pasar yang berambut selalu klimis dan bersandal jepit, hadir dalam hidup Tinah lewat sebuah tatapan mata. Keduanya menikah, mereka pun menjadi Ibuk dan Bapak.


Lima anak terlahir sebagai buah cinta. Hidup yang semakin meriah juga semakin penuh perjuangan. Angkot yang sering rusak, rumah mungil yang bocor di kala hujan, biaya pendidikan anak-anak yang besar, dan pernak-pernik permasalahan kehidupan dihadapi Ibuk dengan tabah. Air matanya membuat garis-garis hidup semakin indah.


ibuk, novel karya penulis national best seller Iwan Setyawan, berkisah tentang sebuah pesta kehidupan yang dipimpin oleh seorang perempuan sederhana yang perkasa. Tentang sosok perempuan bening dan hijau seperti pepohonan yang menutupi kegersangan, yang memberi napas bagi kehidupan.

 

Sinopsis

Novel ibuk, dimulai ketika Tinah seorang gadis penjual baju bekas di Pasar Batu bertemu dengan Syim si playboy pasar yang bekerja sebagai kenet angkot. Bisa dibilang mereka jatuh cinta pada pandangan pertama, hingga akhirnya Tinah memilih Syim menjadi nahkoda untuk kapal mereka bernama rumah tangga.


Tinah tidak memiliki pendidikan tinggi, bahkan SD saja tidak lulus. Dia hanya bisa memasak dan mengelola setoran yang diberikan oleh Syim untuk makan bagi kelima orang anaknya dan tentu saja Tinah sendiri dan Syim. Sedangkan Syim “hanya” seorang kenek angkot yang karirnya merangkak menjadi supir angkot hingga memiliki angkot bekas yang sering ngadat.


Salah Satu Kutipan Favorit Saya dalam Novel Ini


Namun Tinah dan Syim yang sudah menjadi ibuk dan bapak ini memiliki cita-cita dan harapan yang tinggi untuk kelima anaknya. Terutama Tinah, dia tidak ingin anak-anaknya tidak sekolah seperti dia. Tinah berjanji kepada dirinya sendiri untuk bisa mengantar anak-anaknya menempuh pendidikan tinggi agar memiliki kehidupan yang lebih baik.


Tentu saja cita-cita Tinah tidak mudah diwujudkan. Berkali-kali Tinah harus hidup prihatin, menggadaikan barang-barangnya, hingga berhutang kanan kiri untuk memenuhi kebutuhan sekolah Isa, Nani, Bayek, Rini dan Mira, kelima buah hatinya. Belum lagi kalau angkot Syim ngadat atau rumah yang tiba-tiba bocor ketika musim hujan tiba. Semua butuh biaya.


Bayek sebagai anak lelaki satu-satunya dikeluarga justru menjadi anak ibuk yang paling penuh drama, terutama jika meminta sesuatu. Mulai dari sepatu baru, buku baru, seragam baru, hingga sekedar uang untuk jajan di warung dekat rumah. Dan jika ibuk belum mengabulkan permintaannya, Bayek akan merengek tiada henti.


Sampai suatu ketika angkot bapak rusak. Bapak pulang ke rumah dengan kondisi mood yang berantakan dan marah-marah. Bukan marah kepada anak-anaknya atau ibuk sekalipun, tapi kesal sendiri dengan keadaan. Apalagi ada SPP Bayek dan Rini yang harus dibayar keesokan harinya. Ibuk menangis sedih melihat kondisi bapak yang berjuang mencari nafkah sendirian, sedangkan ibuk tidak bisa membantu mencari nafkah.


Itulah pertama kali Bayek melihat ibuknya menangis. Bayek merasakan perih dihatinya dan mulai ikut menangis. Hingga akhirnya Bayek berjanji pada dirinya sendiri untuk bisa membahagiakan ibuk bapaknya dan keempat saudara perempuannya. Sebuah ikrar janji anak lelaki satu-satunya dari bapak yang hanya sopir angkot dan ibuk yang tidak lulus SD.


Bagaimana kah Bayek akan menepati janjinya?


Tentang ibuk,

Sejujurnya waktu baca novel ini saya beberapa kali mewek sih lihat perjuangan ibuk dan keluarganya. Dan yang paling bikin mewek adalah ketika Bayek berhasil wisuda dan memberikan kejutan untuk ibuk dan kakaknya yang berkesempatan hadir di acara wisudanya.

Dari novel ibuk ini, saya belajar banyak hal, terutama tentang kehidupan dan rumah tangga. Bagaimana ibuk menjalankan peran nya sebagai magnet di rumah untuk anak-anak dan suaminya, bagaimana ibuk yang bahkan tidak lulus SD tapi bisa mengelola keuangan rumah tangga nya sehingga mereka masih bisa memenuhi kebutuhan sekolah anak-anak, dan bagaimana ibuk selalu menjaga agar tidak ada air mata duka yang jatuh didalam rumahnya. Saya sendiri jika ada dikondisi seperti ibuk mungkin belum tentu bisa setegar itu, meskipun juga pasti akan melakukan yang terbaik untuk keluarga.

Tidak ada konflik berat dalam novel ini, sehingga bisa dipastikan tidak ada adegan yang membuat kita deg-degan atau keringat dingin ketika membaca novel ini. Dan bahkan saya berhasil menyelesaikan novel ini dalam sekali duduk, karena tidak perlu berpikir berat hehehe.

Cuma ada yang membuat saya bingung dari novel ini. Di awal cerita, ibuk adalah tokoh utama dari novel ini. Tapi setelah setengah jalan tiba-tiba tokoh utama seperti berganti ke Bayek yang tengah berjuang mewujudkan janji-janjinya untuk keluarganya. Bahkan cerita dituliskan dari sudut pandang Bayek dan ibuk hanya sebagai “pelengkap” yang selalu mendoakan Bayek.

Sepertinya novel Ibuk ini harus banyak dibaca oleh remaja-remaja jaman now, supaya bisa melihat bahwa kehidupan itu nggak melulu seperti yang terlihat didunia maya. Kehidupan ini keras dan berat sayang, dan kita tentu saja harus berani memperjuangkan cita-cita kita dengan usaha yang nyata seperti yang dilakukan ibuk dan bapak untuk kelima anaknya.

Back Cover "Ibuk"
 

Cheers,

Noriko Reza

2 komentar:

  1. Ahhhh baru baca judulnya aku udah firasat ini bakal bikin mewek deh kayaknya kalo dibaca dan bener aja Mba bilang gitu diatas... emang lemah banget kalo baca buku yang berhubungan dengan orang tua gini..... Btw makasih reviewnya ya Mba!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Beneeer, kalau urusan orang tua apalagi ibu sih ya udahlah banyak meweknya ya..apalagi kalo udah nggak serumah sama orang tua dan baru bisa ketemunya nunggu momen tertentu, makin nano-nano lah rasanya 😆😆..

      Hapus