Senin, 11 September 2017

Merubah Kebiasaan Masyarakat Melalui Kartu Elektronik

Kartu Elektronik sekaligus Member Toko Buku, Praktis kan

Beberapa tahun yang lalu saat masih menjadi karyawan kantoran, saya sempat menjadi salah satu pengguna transportasi umum Bis Transjakarta. Dengan lokasi kantor yang ada di daerah Condet, saya biasanya menumpang Bis Transjakarta dengan rute Sunter – PGC, kemudian dilanjutkan dengan ojek atau metromini sampai ke depan kantor.

Namanya juga karyawan, jadi saya selalu menggunakan bis ini ya disaat jam sibuk yaitu saat jam berangkat dan pulang kantor. Jangan ditanya lagi deh gimana penuhnya penumpang di dalam bis. Tak hanya di dalam bis saja, bahkan di loket pembayaranpun kadang antrian calon penumpang juga membludak hingga tak jarang timbul kekacauan.

Salah satu penyebab menumpuknya antrian ini adalah karena lamanya waktu yang dibutuhkan oleh petugas untuk melayani customer, mulai dari menerima pembayaran, memberikan karcis bukti pembayaran hingga menghitung uang kembalian untuk customer. Sekalipun penumpang sudah menyiapkan uang pas, tetap saja ada waktu yang dibutuhkan petugas untuk memberikan karcis sebagai bukti pembayaran. Dan yang paling bikin kesel buat saya adalah saat kita masih harus antri di loket pembayaran, lalu tiba – tiba bis dengan rute tujuan kita datang dan kemudian kita ditinggal karena bis tidak bisa lama menunggu.

Sampai akhirnya pihak pengelola bis Transjakarta mulai menerapkan metode pembayaran dengan menggunakan kartu elektronik sebagai pengganti uang tunai. Begitu metode ini mulai diterapkan, saya segera memutuskan untuk membeli kartu elektronik yang saat itu bisa didapatkan di loket halte Transjakarta.

Saya langsung merasakan dampak dari penggunaan kartu elektronik ini. Saya tidak perlu antri di loket atau repot mengambil uang di dompet saat akan melakukan transaksi di halte Transjakarta. Saya cukup menempelkan kartu elektronik saya pada card reader yang ada pada pintu otomatis kemudian masuk deh ke area tunggu busway. Sayangnya saat itu banyak penumpang lain yang belum mau menggunakan kartu elektronik ini, meskipun para petugas sudah menghimbau setiap hari.

Alasan mereka beragam, mulai dari tidak tau apa fungsi kartu elektronik, khawatir rugi karena saldo hangus jika menggunakan kartu elektronik hingga kebingungan tentang cara melakukan top up saat saldo pada kartu mereka habis nanti. Padahal beberapa informasi telah disediakan oleh pihak pengelola di lokasi halte busway. Mulai dari petunjuk penggunaan kartu elektronik, cara pengisian ulang hingga keuntungan yang diperoleh jika menggunakan kartu tersebut. Tapi mungkin banyak orang yang malas membaca atau sekedar melihat informasi yang telah dibuat ini.

Sosialisasipun sebenarnya tak hanya dilakukan oleh pengelola Transjakarta saja, melainkan juga secara tidak langsung dibantu oleh bank penerbit kartu elektronik. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya iklan yang menunjukkan tentang keuntungan penggunaan kartu elektronik yang tidak hanya bisa digunakan saat naik bis Transjakarta, tapi juga bisa digunakan untuk melakukan pembayaran di tol serta berbelanja di beberapa minimarket. Memang itu adalah bentuk promosi bank penerbit. Promosi yang secara tidak langsung mengedukasi masyarakat untuk menggunakan kartu elektronik.

Bahkan sempat muncul usulan dari beberapa pakar untuk menerapkan tarif lebih mahal terhadap para penumpang yang membayar tiket secara tunai. Cara ini diharapkan dapat mendorong para penumpang untuk segera beralih dari sistem pembayaran tunai ke kartu elektronik. Tidak mudah memang mengganti kebiasaan penumpang dari pembayaran tunai ke kartu elektronik.

Sampai akhirnya pada tahun 2015 yang lalu pengelola Transjakarta memutuskan untuk “memaksa” seluruh penggunanya beralih dari transaksi tunai ke kartu elektronik dengan meniadakan loket pembayaran cash. Bagaimana reaksi pengguna Transjakarta? Awalnya memang banyak yang mengalami kesulitan, juga banyak keberatan disana sini. Namun akhirnya mau tidak mau mereka bisa beralih ke sistem pembayara dengan kartu elektronik.

Dampaknya sejak diberlakukan pembayaran dengan kartu elektronik tersebut, antrian penumpang di loket serta pintu masuk area tunggu busway hampir bisa dibilang tidak ada lagi. Kalaupun ada antrian hanya giliran untuk men-tap kan kartu pada card reader yang hanya berlangsung tak lebih dari 20 detik.


Ternyata kita bisa juga menerapkan kebiasaan baru yang positif pada masyarakat. Bukan hanya penumpang saja yang nyaman karena tidak ada antrian, tapi pihak pengelola Transjakarta juga terbantu karena keuangan mereka menjadi lebih transparan dan aman dengan sistem kartu elektronik ini.

11 komentar:

  1. Astaga kalo saya tinggal di Jakarta, dompet saya makin tebal yaa Mbak Noriko, isinya kartuu semua..terakhir etoll nich

    BalasHapus
    Balasan
    1. justru dompet bisa tipis loh mbak, soalnya semua bisa pake kartu..
      apalagi sekarang transaksi di toll juga mau diberlakukan dengan kartu ya..

      Hapus
  2. Wah asyik ya kalau serba praktis begini :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. hemat waktu juga karena nggak perlu repot hitung uang kembalian petugasnya

      Hapus
  3. Sepertinya banyak yang takut duluan untuk beralih ke e-card karena belum terbiasa ya.. Padahal kalau udah ngerti cara pakainya bakal terasa mudahnya...

    BalasHapus
  4. Sepertinya masalahnya di keenganan orang berubah ya. Jadi meskipun mudah dan memudahkan, alasannya jadi macam-macam dan sering kali terasa dibuat2. Untuk masyarakat yang masih banyak anggotanya yang terjebak dengan pola pikir seperti ini, rasanya memang tidak ada jalan lain selain "memaksa" karena kalau hanya sekedar himbau-menghimbau ya nggak bakal jalan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. betul sekali..berikutnya transaksi di tol juga akan "dipaksa" menggunakan kartu elektronik juga..

      Hapus
  5. Saya terakhir naik busway masih jaman ngantri karcis hehe udh lama bgt. Skrg udh keren ya pake kartu

    BalasHapus
    Balasan
    1. waah udah lama nggak naik busway lagi ya mbak..
      sekarang bis nya banyak yang baru dan bagus kondisinya..

      Hapus
  6. Biarin aja orang gak mau pakai kartu elektronik, memang itu akibatnya kalau mereka gaptek. Transjakarta sudah betul memaksa semua orang pakai kartu elektronik. Karena biasanya mereka yang gaptek itu cenderung nggak mau baca aturan, dan kaum yang begini ini yabg cenderung merusak ketertiban.

    BalasHapus