Dalam persepsi saya, yang namanya menikah berarti suami dan istri harus saling membutuhkan dan saling ketergantungan satu sama lain. Tujuan nya supaya rumah tangga nya akan selalu awet dan nggak terjadi sesuatu yang diinginkan.
Kenapa begitu? Karena menurut pendapat pribadi saya, ketika suami dan istri saling ketergantungan maka jika suatu saat mereka bertengkar karena suatu hal, pertengkaran itu tidak akan bertahan lama. Gimana bisa bertahan lama kalo pas lagi diem – dieman ternyata si suami lupa dimana sepatu futsal nya,dan biasanya yang tau tempatnya cuman si istri. Jadi mau nggak mau mereka akan saling ngobrol lagi kan hehehe.
Tapi seiring dengan jalan nya usia pernikahan saya dan si
mas suami, ternyata hubungan antar suami dan istri nggak bisa se simple itu. Memang
suami dan istri harus saling membutuhkan dan ketergantungan, tapi mereka pun
juga harus bisa saling mandiri. Karena bagaimana pun juga segala sesuatu bisa
saja terjadi, mau yang baik atau yang buruk sekalipun.
Nah saya dan si mas suami sendiri termasuk pasangan yang
tingkat ketergantungan nya cukup tinggi dan kurang mandiri satu sama lain.
Mulai ketergantungan yang berat, simple sampai yang nggak penting sekalipun.
Namanya juga baru pernikahan tahun ke-3 hehehehe.
Ketergantungan Berat
Si mas terbiasa segala sesuatunya saya yang urus, mulai dari
jadi alarm bangun tidur, menyiapkan baju komplit dan handuk setelah mandi juga
menyiapkan makanan. Meskipun bagi sebagian orang ini simple, tapi ketika saya
nggak ada dirumah semua bisa berantakan. Apalagi si mas nggak ngerti dimana
letak kaus kaki, daleman, baju pendek, panjang dan lain – lain karena terbiasa semua
sudah siap ketika keluar kamar mandi. Yang ada ketika saya nggak dirumah semua
diacak –acak buat cari dimana tempatnya, dan ketika akhirnya barang yang dicari
ketemu malah berangkat ke kantornya yang terlambat.
Nggak cuman si mas, saya sendiri juga selalu bergantung sama
suami. Apalagi urusan transportasi dan financial. Saya termasuk nggak berani
kemana – mana sendiri, karena selain nggak hafal jalan, saya juga nggak berani
mengendarai kendaraan sendiri. Kalo urusan finansial, sejak memutuskan resign
dan belajar berwirausaha otomatis ketika terjadi sesuatu seperti kerugian atau
butuh tambahan modal untuk ikut bazar, pasti yang jadi sponsor utama ya si mas
hehehe. Untung nya sih si mas masih bekerja, tapi kan kita nggak tau sampai
kapan suami kita bisa terus kerja di perusahaan orang. Apalagi kondisi ekonomi
nggak melulu stabil bagus.
Suami Istri Harus
Bisa Mandiri
Kalo kita bisa serumah terus sih enak, saya bisa nyiapkan
segala sesuatu keperluan mas, begitu juga saya bisa kemana – mana diantar jemput
dengan aman. Tapi hidup kan nggak seenak itu. Mungkin ada kalanya ketika suami
dan istri harus tinggal berjauhan seperti ketika ayah harus mengambil
pendidikan di negeri lain. Atau seperti papa yang kerjanya sebagai seorang
pelaut sehingga banyak waktunya dihabiskan di tengah laut saat bekerja. Itu kalau
kondisi baiknya, kondisi yang lebih buruk pun bisa saja terjadi juga kan. Dan kalo
kita sebagai suami atau istri nggak bisa mandiri, bisa pusing juga sih jadinya.
Mau nggak mau saya juga si mas harus pelan – pelan mulai
belajar saling mandiri. Seharusnya sih nggak susah, karena toh dulu sebelum
menikah kita terbiasa melakukan segala sesuatunya sendiri. Teorinya sih
gampang, entahlah ya prakteknya hehehehe.
Saya mulai membiasakan si mas untuk ambil baju sendiri
setiap habis mandi di hari libur atau Sabtu dan Minggu. Karena nggak harus
takut terlambat kerja, jadi biasanya saya biarin aja si mas cari baju sendiri,
biarpun sambil teriak – teriak hehehehe. Yang penting si mas taulah tempatnya
dimana aja baju – baju nya, jadi kalo nanti saya nggak dirumah semuanya aman.
Saya sendiri pun mulai membiasakan diri untuk harus bisa
kemana – mana sendiri, nggak harus kemana – mana diantar sama si mas. Gimana bisa
maju dan berkembang kalo kemana – mana mesti nunggu diantar suami yang mungkin
waktu senggangnya cuman hari Sabtu Minggu, itupun kalo lagi nggak kuliah. Untung
nya sih ada transportasi umum yang cukup aman (menurut saya) seperti busway,
ojek online atau taksi online. Biasanya saya akan lebih memilih naik busway,
kecuali kalo lokasi yang dituju tidak terjangkau busway. Saya akan menggunakan
busway sampai jarak terdekat kemudian lanjut dengan ojek online.
Sedangkan untuk urusan finansial, saya mulai belajar
merapikan semua transaksi baik online maupun offline dari kegiatan yang saya
lakukan. Tujuan nya tentu saja untuk mengetahui tentang laba, rugi juga
perputaran keuangan non rumah tangga yang sudah dilakukan, sehingga jika
terjadi kesalahan yang menyebabkan kerugian bisa segera dievaluasi, dan jika
memberikan profit bisa dioptimalkan dengan baik supaya bisa dijadikan tambahan
modal.
Memang sih hidup sebagai suami istri itu harus saling
bergantung dan membutuhkan, tapi tetap semua harus sesuai dengan kondisi. Dan sebagai
istri ataupun suami harus saling siap jika tiba – tiba suatu saat harus
melakukan semuanya sendiri, entah karena harus tinggal berjauhan, atau yang
lainnya.
Cheers,
Noriko Reza
Aku ga bisa jauh dari mas udin, tapi gara2 ada duo al, bikin sering kepepet harus bisa kemana2 anter duo al tanpa harus nunggu mas udin pulang kerja. soale ternyata juga makin banyak anak suami makin banyak lemburan -_-
BalasHapusThe power of kepepet ku belum memasuki tahap genting mungkin soale mbak hehehe..
HapusTapi pernah seh kepepet mesti nyetirin dhana ke rumah sakit gegara habis cedera futsal..alhamdulillah selamet berdua sampe rumah sakit dengan penuh keringet dingin plus stres kebelet pipis..hahahaha..
Padahal loh nggak keluar area komplek yang jalan raya..
yei udah dot com ya...*ninggal komen nggak penting...>,<
BalasHapus